Menurut situs Universitas Warmadewa, Dinasti Warman atau Warmadewa
berasal dari Kerajaan Pallawa. Kata Warmadewa berasal dari bahasa India
yang berarti Dewa Pelindung atau dilindungi Dewa. Dinasti Warmadewa
menyebar ke Indonesia pada abad ke-5, dan mendirikan banyak kerajaan.
Kaundhiya, pengikut ajaran Maharesi Agastya mendirikan Dinasti Warmadewa
di Funan. Kundungga mendirikan Dinasti Warmadewa di Kutai. Beberapa
kerajaan lain yang dikuasai Dinasti Warmadewa antara lain Chenla
(Angkor) di Kamboja, Lin Yi (Campa) di Vietnam, Kuntala dan Malayu di
Swarnadwipa, Salakanegara dan Tarumanegara di Sunda, Kalingga dan
Mataram di Jawa dan Singhadwara di Bali. Raja-raja terkenal dari dinasti
adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga (Sriwijaya) dari Melayu, Dapunta
Hyang Syailendra dari Jawa, Mulawarman dari Kutai, Purnawarman dari
Tarumanegara, Adityawarman dari Dharmasyraya, Sri Maharaja Sri Wijaya
Mahadewi, Dharma Udayana Warmadewa dari Bali, Dharmawangsa Warmadewa
dari Medang, Airlangga dari Kahuripan (Kediri).
Kata Warmadewa dalam bahasa Sanskerta berarti sama dengan ALexander
dalam bahasa Yunani. Menurut Tun Sri Lanang dalam Sejarah Melayu (1612),
Dinasti Warmadewa merupakan keturunan dari Alexander, raja Makduniah
(Macedonia) Yunani yang pernah menguasai India pada abad IV SM. Menurut
Sejarah Melayu, Dinasti Warmadewa turun ke Negeri Melayu, negeri yang
berada di Sungai Melayu, hulu Sungai Tatang, di bukit Siguntang
Mahameru, Palembang, tanah Andalas. Raja Warmadewa pertama yang
mengambil alih kekuasaan dari Demang Lebar Daun di Palembang adalah
Paduka Sri Tribuana, pangkal empat jurai rajakula di Asia Tenggara,
yaitu Palembang, Majapahit, Semenanjung Melayu dan Minangkabau.
Alexander dalam bahasa Yunani berarti pria yang melindungi atau pria
yang dilindungi, sementara Warmadewa dalam bahasa Sansekerta berarti
Dewa pelindung atau dilindungi dewa.
Wangsa Warmadewa merupakan wangsa yang memiliki campuran darah Yawana
(Yunani), Pallawa (Persia) dan Shaka. Pada awal tarikh Masehi, wangsa
ini terdesak oleh bangsa Kushan (Mongol) dan berpindah ke selatan
mendirikan Kerajaan Pallawa. Pada abad ke-4 M, Samudra Gupta (335 - 375)
menaklukkan kerajaan Pallawa. Maka beremigrasilah keluarga Warmadewa ke
Asia Tenggara yakni ke Funan, Suwarnadwipa, Jawadwipa, Balidwipa dan
Kutai.
Di Jawa, Wangsa Warmadewa yang dikenal juga dengan wangsa Syailendra
senantiasa bersaing dengan Wangsa Sanjaya. Setelah Sri Wijaya (Dapunta
Hyang Sri Jayanaga) menaklukkan Sunda kemudian mendirikan wangsa
Syailendra di Jawa Tengah. Rakai Pikatan berhasil mengalahkan
Balaputradewa yang terpaksa kembali ke Swarnadwipa. Persaingan kemudian
dilanjutkan oleh keluarga Warmadewa Bali.
Pendiri Warmadewa Bali, Dalem Sri Kesari Warmadewa menaklukkan Sri
Ugrasena (915-942) raja Singhamandawa yang berkaitan dengan Kanuruhan
dan Mataram (Sanjayawangsa). Sri Kesari yang menyatakan diri sebagai
raja adipati (wakil Kemaharajaan Warmadewa yang berpusat di Swarnadwipa
untuk wilayah Bali) berhasil menguasai Makassar, Sumbawa, Sasak dan
Balambangan.
Dalam catatan-catatan Cina disebutkan bahwa dalam kerajaan-kerajaan di
Laut Selatan yakni Kamboja, Melayu dan Jawa masyarakatnya memiliki adat
istiadat dan agama yang sama, yakni Budha Mahayana. Tetapi hidup
berdampingan dengan waktu yang lama dengan Wangsa Sanjaya yang Hindu
membuat pandangan para dinasti Warmadewa berbeda. Di Bali misalnya, pada
masa pemerintahan Udayana dan Mahendradatta datang Mpu Kuturan saudara
Mpu Bharada. Beliau menyatukan sembilan sekte agama Hindu di Bali
menjadi Tri Murti dan menyebutnya agama Siwa-Budha. Sebagaimana kita
lihat di Jawa, yang memberikan toleransi kepada penganut Hindu, maka di
Bali, penguasa dinasti Warmadewa Sang Ratu Aji Tabanendra
Warmadewa(955-967) yang juga bergelar Sri Candrabhaya Singhawarmadewa
atau Indra Jayasingha Warmadewa yang memerintah bersama istrinya Sang
Ratu Luhur Sri Subhadrika Warmadewi memperkenankan pendeta Siwa
mendirikan pertapaan di Air Madalu, tempat pemakaman Sang Ratu
Ugrasena. Semangat yang sama juga kita lihat pada Adityawarman di
Dharmasyraya yang berusaha memberikan tempat bagi para pendeta Hindu.
Welcome
Jumat, 06 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
mas koreksi.. Tarumanegara-Sunda-Galuh tidak pernah di taklukan dan tidak pernah menaklukan kerajan kerajaan lain, dan sriwijaya tidak pernah menaklukan Sunda, karena kerajaan taruma dan sunda-galuh memiliki ikatan persaudraan sejak awal Dewawarman tiba di Jawa.. dan Kerajaan Sunda Galuh tidak bersifat expansive tapi bersifat netral... tidak ada sejarahnya kerajaan salakanegara-Taruma-Sunda-Galuh dan Kutai di jajah atau menjajah kerajaan lain.. bahkan leluhur Daha Kediri singoshari dan majapahit pun adalah Sunda Galuh sriwijaya jug amemiliki hubungan famili dengan kerajaan Sunda dimana salah satu putri Sriwijaya diperistri oleh raja Sunda dan melahirkan kerajaan Kalingga dan Mataram.. bahkan Peristiwa bubat pun yang menewaskan Dyah pitaloka dan linggabuana tidak di balaskan dengan perang
Benar sekali menurut saya. Takluk menakluk antar wangsa itu adalah kisah yg dibuat buat untuk memecah belah ke 9 wangsa yg ada di Nusantara. Lebih tepatnya pendirian kerajaan baru adalah, karena adanya saling nikah menikah antar wangsa. Contohnya Bali, adalah pernikahan antara Wangsa Warman (Warmadewa) dengan Wangsa Isyana (Cri Gunapriya Dharmapatni)
Posting Komentar