Tahukah anda bahwa menurut buku buku sejarah Kerajaan tertua di nusantara adalah Kutai. Namun sebuah penemuan naskah sejarah merubah teori tersebut. Dikatakan bahwa kerajaan tertua di nusantara adalah Salakanegara.
Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara
(yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta)
diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara.
Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten memiliki
nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein
Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan
lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam
tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama
seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar,
Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah
wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan
karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang
sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap
karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri
Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah
Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain.
Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah
daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang.
Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya
menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama
Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua
pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak
ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan.
Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama
Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja
pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura
Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah
kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api) yang berada di
Pulau Krakatau.
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130
Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa
selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II
dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya
tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir
hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan
yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358
Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama
Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi
penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan
beragama sangat harmonis.
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara,
pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara
kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Adapun Salakanagara pendapatanya
dari hasil laut, penanaman lada, peternakan, hasil hutan dan
pertambangan besi, tembaga, mas dan perak. Dengan adanya aneka ragam
pendapatan tersebut, penguasa Salakanagara dapat memberikan kemakmuran
bagi rakyatnya.
Seperti yang diutarakan
dimuka, bahwa Pangeran Dewawarman dan rombonganya mencari vazal bagi
kerajaan asalnya, dengan demikian Salakanagara berada di bawah pengaruh
Calankayana di India. Sebagai Vazal, Salakanagara memberikan upeti
tahunan kepada Calankayana dan kerajaan induk itu mengirimkan kain
sutra, permadani, senjata dan kapal laut. Selain dari pada itu,
dikirimkan pula para pendeta hindu ke Salakanagara untuk mendidik
masyarakat dalam agama Hindu, sehingga seterusnya agama Hindu menjadi
agama mayoritas penduduk Salakanagara menggantikan kepercayaan semula.
pada tahun 150, seorang
pengembara yaitu Ptolemeus tiba di Salakanagara bersama dengan
rombonganya pedagang dari India menetap di purasaba Rajatapura.
Ptolemeus sangat mengagumi Salakanagara yang disebutya Argyre (kota
perak).
Keberhasilanya Dewawarman
dan permaisurnya dalam membesarkan Salakanagara dan membawa rakyat
Salakanagara pada kemakmuran dan kesejahteraan, membuat pasangan
penguasa tersebut sangat dihormati rakyatnya, dan dianggap sebagai
penjelmaan Dewa Wisnu (Dewa penjaga dan pelindung manusia ), dan
permaisurinya dianggap sebagai jelmaan Dewi Sri (istri Dewa Wisnu), Dewa
wanita pelindung tanaman , ternak dan keseburan.
Salakanagara berlangsung
dari tahun 130 sampai tahun 358, di bawah pemerintahan Dewawarman I
sampai VIII. Adapun raja terakhir, yaitu Dewawarman VIII tidak mempunyai
anak laki-laki, hanya memiliki anak perempuan saja, sehingga tidak
memiliki putra mahkota (penerus tahta). Pada masa pemerintahan
Dewawarman VIII, datanglah seorang maharesi muda dari Calankayana, yang
memberitahukan pada Dewawarman VIII bahwa Calankayana telah ditaklukan
oleh kerajaan Magada di bawah pemerintahan Maharaja Samudragupta. Pada
masa itu, politik ekspansi maharaja samudragupta berhasil menaklukan
hampir seluruh kerajaan di India. Untuk Seterusnya Maharesi muda bernama
Jayasingawarman itu tinggal di purasaba Rajatapura dan akhirnya menikah
dengan putri Dewawarman VIII. Karena kecakapan dan keperwiraanya,
Jayasingawarman diangkat sebagai penerus tahta Salakanagara.
Sementara itu, Maharaja
Samudragupta makin meluskan wilayah Magada keluar India. Diantaranya
mencari daerah jajahan Calankayana atau daerah pengaruhnya. Untuk
menghindari adanya penyerbuan Magada mengingat sangat kuatnya
balatentara kerajaan itu, Dewawarman VIII memerintahkan kepada
menantunya untuk mendirikan pusat pemerintahan baru (di daerah kecamatan
Tarumajaya, Muaragembong, Sukawangi dan Cabangbungin kabupaten Bekasi
sekarang), usaha Jayasingawarman berhasil, kemudian Dewawarman VIII
menyerahkan tahtanya pada Jayasingawarman. Seterusnya Salakanagara
berganti nama menjadi Tarumanagara (358)
Welcome
Jumat, 06 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar