Welcome

Kamis, 22 April 2010

Film Pertama di Indonesia


Sejarah perfilman nasional bermula di Bandung. Untuk pertama kalinya film cerita tentang anak negeri dibuat di daerah ini. Sejak itu, Bandung terus terekam dalam sejarah perfilman nasional.

Film pertama itu berjudul Loetoeng Kasaroeng (1926), yang diakui sebagai film yang pertama kali menampilkan cerita asli dari kehidupan pribumi. Film tersebut merupakan tonggak awal industri film di Hindia Belanda.

Pembuatan film yang diproduksi NV Java Film Company itu didukung penuh oleh Bupati Bandung Wiranatakusumah V (1920-1931, 1935-1945). Tidak hanya mendukung pendanaan, dia juga mengizinkan putri-putrinya bermain dalam film ini.

Setahun kemudian, NV Java kembali memproduksi film di Bandung, yang kali ini bukan lagi dongeng, melainkan drama kehidupan rumah tangga modern berjudul Eulis Atjih (1927). Film ini diputar perdana di Orient Theater, Surabaya, dan diekspor ke Singapura.

Dipilihnya Bandung sebagai tempat pembuatan film tidak lepas dari peran kota ini sebagai salah satu pusat industri film dan bioskop pada era 1920-an. Selain NV Java Film, terdapat perusahaan film Kinowerk Carli yang memproduksi film dokumenter Meletusnya Gunung Kelud (1925). Tonggak nasional

Tiga dekade kemudian, Bandung kembali tercatat dalam sejarah perfilman nasional. Kepahlawanan divisi Siliwangi menjadi inspirasi film Darah dan Doa (The Long March) pada 1950. Film yang disutradarai Usmar Ismail ini menceritakan perjalanan pasukan Siliwangi dari Yogyakarta ke Bandung.

Film produksi Perusahaan Film Nasional Indonesia itu dianggap sebagai film nasional pertama yang dibuat dengan modal perusahaan dalam negeri. Dewan Film Indonesia menyatakan hari pertama pengambilan gambar film ini pada 30 Maret 1950 sebagai tonggak perfilman nasional.

Kisah pasukan Siliwangi difilmkan ulang dalam Mereka Kembali (1972) produksi PT Dewi Film. Kodam III/Siliwangi turut menopang pembiayaan film. Penampilan Arman Effendy dalam film tersebut mendapatkan penghargaan FFI tahun 1973 untuk Pemeran Harapan Pria.

Sikap kepahlawanan putra Bandung giliran menjadi inspirasi dalam film Toha Pahlawan Bandung Selatan (1961). Film ini menceritakan M Toha yang berhasil meledakkan gudang mesiu Belanda di Bandung selatan. Adalah Usmar Ismail yang menjadi penulis skenario sekaligus sutradara.

Tahun 1975, giliran Kabayan, tokoh legenda yang hidup di kalangan masyarakat Sunda, difilmkan. Kabayan merupakan sosok yang lugu dan kocak dalam tradisi lisan masyarakat Sunda. Film itu diproduksi PT Tuty Jaya Film dan pemerintah daerah Bandung. Tokoh utamanya diperankan Aom Kusman.

Pada akhir 1980-an, melalui produksi PT Kharisma Jabar Film yang bekerja sama dengan pemerintah daerah Jabar, kembali tokoh itu difilmkan dalam Si Kabayan Saba Kota (1989). Film yang tokohnya diperankan Dedi Petet itu meraih penghargaan sebagai film komedi terbaik FFI 1989 dan meraih Piala Bing Slamet. Dengan kesuksesan itu, dibuat film lanjutannya, yakni Si Kabayan dan Gadis Kota (1989) serta Si Kabayan dan Anak Jin (1991). (NDW/Litbang Kompas)

0 komentar:

Posting Komentar